INFO INDONESIA. JAKARTA - Bangkrutnya sejumlah bank di Amerika Serikat (AS), termasuk di Swiss, akan akan menjadi salah satu perhatian dan pembahasan dalam Asean Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (AFMGM) pada pekan ini.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo menyampaikan, pada pertemuan akan dibahas dampak rembetan atau spillover di kawasan akibat bangkrutnya beberapa bank di AS.
Dody menilai, kebangkrutan sejumlah bank ini memberikan dampak secara tidak langsung bagi perekonomian kawasan. Namun demikian, hal ini perlu diwaspadai dan menjadi kepentingan bersama dalam menjaga ketahanan sektor keuangan kawasan.
Tercermin dalam beberapa pekan terakhir, sentimen terhadap gagalnya beberapa bank di Negeri Paman Sam memberikan tekanan pada lalu lintas modal asing dan nilai tukar dari mata uang negara berkembang.
“Nah kawasan tentunya memiliki kepentingan bersama, interest yang sama bagaimana kita menjaga ketahanan, resiliensi dari sistem keuangannya, apa kemudian yang harus dilakukan, apakah penguatan modal, atau pengurangan leverage ke bank-bank tertentu,” kata Dody dalam acara Media Briefing Asean Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (AFMGM), Senin (27/3/2023).
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2023 Diprediksi Tetap Kuat, Ini Penjelasan BI dan Menteri Keuangan…
Selain itu, menurut Dody yang menjadi tantangan terbesar adalah second impact dari bangkrutnya bank di As terhadap startup ataupun e-commerce platform yang memiliki leverage secara tidak langsung kepada tiga bank yang bangkrut di AS atau bank dimanapun.
“Jadi artinya ini yang terus dilihat kalau kita bicara masalah apa dampak dari negara maju kepada negara berkembang, negara emerging, semuanya sepakat melihat spillover-nya,” kata Dody.
Untuk itu, dalam pertemuan nanti, BI mendorong adanya bauran kebijakan di kawasan Asia Tenggara. Terlebih, negara di kawasan Asean memiliki permasalahan yang sama, yaitu inflasi, scarring effect, dan laju kenaikan suku bunga yang tinggi, akibat pandemi Covid-19 dan tensi geopolitik Rusia dan Ukraina.
Dengan demikian, dibutuhkan strategi kebijakan yang sama untuk negara di kawasan mengatasi berbagai gejolak global yang berdampak pada volatilitas aliran modal asing dan nilai tukar.
“Semua negara Asean dampaknya relatif sama karena kita emerging markets yang terkena spillover dari kebijakan negara maju. Oleh karena itu, penting bagaimana kita melakukan kebijakan normalisasi yang seharusnya memiliki kemiripan yang sama, dalam mengatasi volatilitas aliran modal dan nilai tukar pada saat tekanan dari global muncul,” kata dia.
Baca Juga: Jadi Ketua ASEAN 2023, Presiden Jokowi Komitmen Tingkatkan Kontribusi Asia Tenggara Untuk Dunia
Dody mengatakan, untuk mengatasi tantangan tersebut, BI akan mendorong implementasi bauran kebijakan sebagai acuan untuk mengatasi berbagai gejolak tersebut, sehingga bank sentral tidak hanya mengandalkan kebijakan suku bunga dan likuiditas. Saat ini, bauran kebijakan atau policy mix telah diimplementasikan oleh sejumlah negara di kawasan, diantaranya Indonesia, Singapura, Thailand, dan Malaysia.
“Kita coba membahas bersama bagaimana normalisasi kebijakan yang kita gunakan secara berbaur, bauran kebijakan, jadi tidak hanya mengandalkan kebijakan konvensional suku bunga dan likuiditas, tapi bagaimana juga mengimplementasikannya dengan kebijakan lain karena dinamika permasalahan saat ini telah meluas,” terang Dody.
Artikel Terkait
Telkom Bukukan Pendapatan 2022 Rp147,31 Triliun
7.000 Karung Baju Bekas Impor Ilegal Senilai Rp80 Miliar Segera Kembali Dimusnahkan Zulkilfi Hasan
Pemerintah Daerah Harus Perbanyak Beri Bansos Selama Ramadhan 2023, Mendagri: Perkuat Daya Beli Masyarakat