Solusi Digital untuk UMKM

- Jumat, 12 Februari 2021 | 16:09 WIB
Seorang pengunjung membeli barang kebutuhan dengan menggunakan sistem pembayaran digital berupa kode Quick Response (QR) di toko swalayan yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Maju Bersama di Tunjungtirto, Singosari, Malang, Jawa Timur.
Seorang pengunjung membeli barang kebutuhan dengan menggunakan sistem pembayaran digital berupa kode Quick Response (QR) di toko swalayan yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Maju Bersama di Tunjungtirto, Singosari, Malang, Jawa Timur.

INFO INDONESIA. JAKARTA - Ada satu masa ketika sebuah warung kelontong mungil di salah satu sudut Perumahan Pondok Surya Mandala, Bekasi, Jawa Barat, mengurangi penerangan lampunya.

Papan nama warung bertuliskan Toko Merah di depan, cahayanya tak selalu terang. Biaya listrik kian mahal sementara orang beli semakin bisa dihitung dengan jari.

Slamet, sang pemilik toko, tersenyum kecil melihat tumpukan barang dagangan yang kian berserakan, menjuntai dari langit-langit hingga menyebar di lantai, penerangan seadanya, bahkan untuk mencari lokasinya pun menjadi semakin sulit, karena tersembunyi di sudut yang tak terlihat.

Kondisi warung berukuran 2x3 meter ketika itu memang hampir sama dengan warung–warung pada umumnya saat itu.

Namun nasib membawa toko itu ke takdir yang tak disangka-sangka justru ketika era digital banyak menyapu warung serupa.

Faktanya, digitalisasi telah mengubah wajah Toko Merah menjadi sebuah toko modern yang tak mengenal batas pasar.

Slamet yang lahir kelahiran Karanganyar, Solo, Jawa Tengah ini butuh setidaknya 4 tahun untuk mengubaj warung tradisionalnya menjadi sebuah toko modern.

Transformasi warung menjadi toko merupakan buah dari kombinasi sikap positif seorang Slamet dimasa awal usahanya, mulai dari sikap berani keluar dari zona nyaman, terbuka pada perubahan, rajin menggali ilmu baru, dan keinginan kuat untuk maju.

Awal merintis

Usaha warung mulai dijalankan Slamet bersama istrinya sejak 2005. Waktu itu modal awalnya adalah Rp1,5 juta. Pada hari pertama berjualan, omzet jualannya mencapai Rp200.000.

“Itu besar sekali, bandingkan dengan modalnya. Saya sangat bersyukur, baru buka sudah dapat Rp200.000. Waktu itu, warga di sekitar warung menyebutkan dengan Warung Merah karena dicat merah. Setahun kemudian dari laba yang ada, kami tambah stok barang,” ujarnya.

Saat itu, toko-toko ritel modern tumbuh menjamur sebagai waralaba dimana-mana, termasuk di kawasan sekitar Warung Merah.

Namun, Slamet tidak gentar, dengan bekal berbagai kursus dan bimbingan berbagai pihak yang telah dia dapatkan sebelumnya benar–benar dia terapkan bersama istri tercinta.

Bekal ilmu untuk mengubah warung sederhana dan tradisional menjadi toko modern yang terang benderang, tertata rapi, bersih dan nyaman bagi pembeli telah dia miliki, hingga Slamet berani menambah luas tokonya.

Halaman:

Editor: Administrator

Terkini

Ingin Ekosistem Baterai Listrik Dipercepat

Kamis, 1 Juni 2023 | 12:06 WIB
X