INFO INDONESIA. JAKARTA – Partai Buruh dan Serikat Buruh menegaskan menolak kenaikan Upah Minimum di beberapa provinsi di Indonesia. Di antaranya Banten 6,4 persen, Yogyakarta 7,65 persen, Jawa Timur 7,85 persen, hingga DKI Jakarta 5,6 persen.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyatakan, penolakan persentase UMP 2023 dikarenakan di bawah nilai inflansi Januari-Desember 2022 sebesar 6,5 persen plus pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan sebesar 5 persen.
Menurut pria yang juga Presiden KSPI ini, kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia seharusnya adalah sebesar inflansi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi atau kabupaten/kota di tahun berjalan, bukan menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy).
Jika menggunakan data September 2021 ke September 2022, hal itu tidak memotret dampak kenaikan BBM pada Oktober 2022 yang mengakibatkan harga barang melambung tinggi.
Said Iqbal menuturkan, terkait dengan kenaikan UMP DKI Jakarta 2023 sebesar 5,6 persen, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh mengecam keras keputusan Pejabat Gubernur DKI yang tidak sensitif terhadap kehidupan buruh.
Untuk itu, pihaknya mendesak agar Pejabat Gubernur DKI merevisi kenaikan UMP DKI 2023 sebesar 10,55 persen sesuai yang diusulkan Dewan Pengupahan DKI unsur serikat buruh.
Dia mengatakan, kenaikan UMP DKI 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di ibu kota.
Dia menjabarkan, biaya sewa rumah sudah Rp900 ribu, transportasi dari rumah ke pabrik (PP) dan pada hari libur bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran Rp900 ribu, kemudian makan di warteg tiga kali sehari dengan anggaran sehari Rp40.000 menghabiskan Rp1,2 juta sebulan. Kemudian, biaya listrik Rp400 ribu, biaya komunikasi Rp300 ribu, sehingga totalnya 3,7 juta.
"Jika upah buruh DKI Rp4,9 juta dikurangi Rp3,7 juta, hanya sisanya Rp1,2 juta, apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain? Jadi dengan kenaikan 5,6 persen, buruh DKI tetap miskin," kata Said Iqbal.
Dia menambahkan, UMP DKI yang naik 5,6 persen akan mengakibatkan UMK di seluruh Indonesia menjadi kecil. Untuk itu, Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh mendesak agar UMP DKI direvisi menjadi sebesar 10,55 persen sebagai jalan kompromi dari serikat buruh yang sebelumnya mengusulkan 13 persen.
Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh juga mengapresiaai sikap pemerintah yang menggunakan Permenaker 18/2022 dan tidak lagi menggunakan PP 36/2021.
Said Iqbal mengatakan, Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh meminta bupati dan wali kota dalam merekomendasikan nilai UMK ke gubernur adalah sebesar antara 10-13 persen.
"Bilamana tuntutan di atas tidak didengar, mulai minggu depan akan ada aksi besar di berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk menyuarakan kenaikan upah sebesar 10-13 persen," tegas Said Iqbal.