Sementara, Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) KJRI Jeddah, Rivai Abbas, menambahkan, sebagai pengirim jemaah haji dan umrah terbesar di dunia, saat ini penggunaan produk Indonesia masih minim.
“Para perusahaan penyedia layanan katering dan muassasah masih lebih banyak menggunakan produk negara lain, seperti Thailand, Vietnam, China, dan lainnya,” sebut Rivai.
Baca Juga: Khawatir Perpecahan Jelang Tahun Politik, Menag Canangkan 2023 Sebagai Tahun Kerukunan Umat Beragama
Menurutnya, selain kurang kompetitifnya harga dan kualitas produk Indonesia, juga kurangnya informasi yang didapat para penyedia layanan terkait konsumsi, transportation, dan akomodasi.
“Pasar haji merupakan captive market sekaligus entry point bagi produk-produk Indonesia, khususnya UKM. Sebab, dalam penyelenggaraan haji, pemerintah Indonesia dapat melakukan enforcement terhadap para penyedia layanan untuk menggunakan produk Indonesia,” jelasnya.
Rivai menjelaskan, biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah/jemaah haji Indonesia di Arab Saudi seharusnya bisa memberikan manfaat ekonomi bagi pelaku usaha di Indonesia. Apalagi, jemaah Indonesia dikenal sebagai fanatik dan loyal terhadap makanan Indonesia.
Rivai juga menargetkan dalam jangka pendek ada 30 persen produk Indonesia yang digunakan dalam memenuhi layanan jemaah haji Tanah Air. Sehingga, ke depan, produk Indonesia diharapkan makin dikenal para penyedia layanan, baik konsumsi, transportasi, maupun akomodasi agar seluruh kebutuhan jemaah haji dapat dipenuhi dari Indonesia.
Artikel Terkait
Kemenag-BPOM Siapkan Peta Jalan Pengawasan Obat dan Makanan Jemaah Haji dan Umrah
Segera Bahas Biaya Haji Tahun Ini, Kemenag Terapkan Prinsip Pembiayaan Berkeadilan dan Berkelanjutan
Penerapan Sistem Merit Kemenag Berjalan Semakin Membaik