INFO INDONESIA. JAKARTA - Pemecatan permanen Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menimbulkan protes publik. Sikap kontra terhadap putusan itu bahkan datang dari internal pemerintah dan anggota parlemen.
Beberapa saat lalu, Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) IDI memberikan keterangan pers sekaligus mengklarifikasi pertanyaan banyak pihak tentang pemecatan Terawan.
Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) Pengurus Besar IDI, Beni Satria,
menyatakan bahwa pihaknya memberi batas waktu 28 hari bagi PB IDI untuk menjalankan hasil putusan Muktamar ke-31 terkait pemberhentian Terawan Agus Putranto dari keanggotaan.
"Keputusan IDI juga memberikan kepada Pengurus Besar IDI waktu selambatnya 28 hari kerja untuk melakukan putusan muktamar," kata saat konferensi pers secara virtual yang diikuti via Zoom, Kamis (31/3/2022).
Berdasarkan hasil Muktamar PB IDI ke-31 di Banda Aceh, Terawan Agus Putranto yang juga Menteri Kesehatan (Menkes) periode 2019-2020, diberhentikan permanen dari keanggotaan organisasi profesi tersebut.
"Mengacu di AD ART Pasal 8, bahwa seseorang yang dijatuhi hukuman sementara atau tetap, maka akan diberikan kesempatan untuk membela diri dalam forum yang ditunjuk untuk itu," kata Beni.
Dikatakan Beni, putusan tentang pemberhentian Terawan dari keanggotaan tetap IDI merupakan proses panjang yang sudah bergulir sejak 2013.
Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI, dr. Djoko Widyarto JS, menambahkan putusan untuk memberhentikan Terawan dari keanggotaan IDI belum sempat terlaksana karena alasan khusus, sehingga baru terlaksana pada 2022.
"Untuk sejawat Terawan ada catatan khusus, putusan sudah ada sejak 2018 dan belum sempat terlaksana, dengan pertimbangan khusus, yang diberlakukan bulan Oktober (2018) ada surat dari PB IDI yang menyatakan bahwa sanksi mulai berlaku," ujarnya.
Ia memastikan bahwa pelanggaran berat kode etik yang diduga dilakukan Terawan tidak berkaitan dengan jabatan sebagai Menteri Kesehatan RI maupun penelitian dan pemberian Vaksin Nusantara.
"Sekali lagi, hal-hal berkaitan dengan jabatan sebagai menteri kewenangannya di tangan Presiden. Tidak ada kaitan dengan vaksin," katanya.
Saat ditanya terkait pelanggaran kode etik yang spesifik dilakukan Terawan, Djoko mengajak masyarakat untuk mencermati UU 29/2004 Pasal 50 tentang profesionalisme dokter.
"Di dalamnya tercantum tiga komponen, skill, knowlege dan profesional attitude. Ini ada etika kedokteran, setiap profesi selalu ditandai kode etik profesi," katanya.