MK Larang Eks Napi Koruptor Baru Bebas Nyaleg, KPU Bakal Konsulitasi Dengan Presiden dan DPR

- Jumat, 2 Desember 2022 | 07:30 WIB
Ketua KPU RI, Hasyim Asy\'ari. (Akbar Budi Prasetia/Info Indonesia).
Ketua KPU RI, Hasyim Asy\'ari. (Akbar Budi Prasetia/Info Indonesia).

INFO INDONESIA. JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan tanggapan soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang mantan napi korupsi yang baru bebas nyaleg di pemilu 2024.

"KPU akan mempelajari Putusan MK tersebut," kata Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari kepada wartawan di Jakarta, Jumat (2/12/2022).

Selain itu, KPU juga berencana untuk membahas Putusan MK tersebut bersama Pemerintah dan Dewan Perwakilan rakyat (DPR) RI, khsusunya dengan Komisi II.

"Kami akan konsultasikan materi Putusan JR (Judicial Review) MK tersebut kepada pembentuk UU (Undang-Undang) dalam hal ini Presiden dan DPR (Komisi 2 DPR)," jelasnya.

Adapun yang perlu dikonsultasikan dengan Pemerintah dan DPR terkait putusan MK ini adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pencalonan mantan napi koruptor .

"Di antara hal yang perlu kami konsultasikan adalah pemberlakuan dalam PKPU apakah hanya untuk Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi/Kab/Kota, atau termasuk juga Calon Anggota DPD," katanya.

Sebelumnya pada Rabu (30/11/2022), MK memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan oleh karyawan swasta Leonardo Siahaan.

Permohonan yang dikabulkan tersebut terkait dengan larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi atau koruptor untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif selama lima tahun sejak ia dibebaskan atau keluar dari penjara.

Menurut MK, norma Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Adapun Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu menyebutkan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi beberapa persyaratan, di antaranya tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

Editor: Akbar Budi Prasetya

Terkini

X